BAB II
ISI
2.1. Tumbuhan
Brotowali
Brotowali yang dikenal sebagai tanaman obat ini berasal dari
Asia Tenggara. Wilayah penyebarannya di Asia Tenggara cukup luas, meliputi
wilayah Cina, Semenanjung Melayu, Filipina, dan Indonesia. Brotowali (Tinospora
crispa, L. Miers.) merupakan tanaman merambat dan tumbuh dengan baik di
hutan terbuka atau semak belukar di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman ini
dikenal dengan berbagai nama daerah, seperti andawali Sunda), antawali (Bali
dan Nusa Tenggara), dan bratawali, antawali, putrowali atau daun gedel (Jawa).
Di daerah lain, brotowali dikenal dengan nama putrawali atau daun gedel. Dalam
bahasa Inggris brotowali disebut bitter grape, dan dalam bahasa Cina
dikienal dengan nama sen jinteng. Rendaman batang brotowali dapat
digunakan sebagai penghambat pertumbuhan Salmonella typhi, hal ini
disebabkan pada batangan brotowali mengandung senyawa berberin yang secara
farmakologi dapat bermamfaat sebagai obat diare. Karena mempunyai sifat
analgenik menyebabkan brotowali dapat menghilangkan rasa sakit dan sifat
antipiretikum yang berkhasiat dalam menurunkan panas. Batang brotowali banyak
digunakan untuk mengobati sakit perut (diare) dan demam.
Brotowali mengandung senyawa kimia yang berkhasiat mengobati
berbagai penyakit, yaitu sakit perut, diare, demam, dan sakit kuning. Senyawa
kimia ini terdapat di seluruh bagian mulai dari akar, batang sampai daun, dalam
senyawa kimia yang terkandung dalam batang brotowali tersebut tercatat ada
berbagai efek farmakologi yang menjadi faktor penyebab berkhasiatnya batang
brotowali (Kresnady, 2003 : 3).
2.1.1.Morfologi
Tumbuhan Brotowali
Brotowali merupakan tumbuhan merambat dengan panjang
mencapai 2,5 m atau lebih, biasa tumbuh liar dihutan,ladang atau ditanam
dihalaman dekat pagar dan biasanya ditanam sebagai tumbuhan obat. Batang
sebesar jari kelingking, berbintil- bintil rapat,dan rasanya pahit. Daun
tunggal,bertangkai dan berbentuk seperti jantung atau agak membundar, berujung
lancip dengan panjang 7-12 cm dan lebar 5-10 cm. Bunga kecil, berwarna hijau
muda atau putih kehijauan. Brotowali menyebar merata hampir diseluruh wilayah
Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara dan India. Brotowali tumbuh
baik di hutan terbuka atau semak belukar didaerah tropis. Cara perbanyakan
tnaman ini sangat mudah yaitu dengan stek batang.
Batang
Brotowali : Berduri
semu yang lunak serupa bintil-bintil
Daun
Brotowali : Tunggal, bertangkai, bentuknya mirip jantung atau agak
membulat,
ujungnya lancip.
Bunga
Brotowali : Berukuran kecil, berwarna hijau, dan memiliki tandan semu
Asal
Brotowali : Diduga dari Asia Tenggara
Tempat
Tumbuh Brotowali
:
Tanaman
dapat ditemui tumbuh liar dihutan atau ladang, namun karena khasiatnya, penduduk
Indonesia banyak yang menanamnya di pekarangan. Penyebarannya terutama didaerah
berkawasan tropik. Brotowali justru menyukai tempat yang agak panas.
2.1.2. Sistematika
Tumbuhan Brotowali
Dalam dunia ilmiah,brotowali diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Class :
Dicotyledon
Ordo :
Ranunculales
Famili :
Menispermaceae
Genus : Tinospora
Species : Tinospora
crispa(L.)MIERS.
2.1.3.Manfaat dan
Kandungan Kimia Tumbuhan Brotowali
Kandungan Kimia Tumbuhan Brotowali
Tanaman
ini
mengandung zat
pahit, colombine, 2,22%; suatu alkaloid dan sebuah glukosida. Tanaman
ini juga mengandung sebuah amorf pahit, picroretine, dan juga
berberin. Kemudian, dari prinsip-kulit akar pahit (yang bukan
glukosida) dan beberapa alkaloid juga diisolasi.
Picroretine
diisolasi dari daun dengan jejak alkaloid, dan zat yang mirip dengan
glycyrrhizin. Di Filipina, dilaporkan bahwa pahit, air ekstrak batang tidak
mengandung alkaloid, tetapi mereka menemukan zat amorf dan bergetah. Ketika
tanaman itu kembali diperiksa disimpulkan bahwa ia mengandung berberin, sebuah
glukosida dan prinsip pahit yang glucosidal di alam.
Ada
juga dua alkaloid, tinosporine dan tinosporidine, meskipun penelitian kemudian
tidak mengkonfirmasi. [Quisumbing]. Menurut penulis lain ada resin, dua prinsip
yang memiliki sifat-sifat alkaloid, tetapi berbeda dalam titik-titik tertentu
dari satu sama lain, dan asam, resin, kekuningan-hijau dan lembut, bau harum
seperti yang balsam Tolu dan larut dalam benzena [Nadkarni].
Senyawa kimia
yang dikandung brotowali antara lain alkoloida, dammar lunak, pati,
glikosida, zat pahit pikroeretin, harsa, birberin,
palmatin, kolumbin dan jatrorhize (Sudarsono,dkk., 1996). Senyawa identitas
dari brotowali adalah tinokrispisida merupakan senyawa yang memiliki rasa sangat pahit (Anonim, 2006). Zat
pahit pikroretin merangsang kerja urat saraf sehingga alat pernafasan dapat
bekerja dengan baik. Kandungan alkaloid berberin berguna untuk membunuh bakteri
pada luka.
@ Kandungan kimia Tanaman Brotowali :
- Alkaloid,
- Dua triterpenes (cycloeucalenol dan cycloeucalenone)
- N-Cis-Feruloyltyramine
- N-Trans-Feruloyltyramine
- secoisolariciresinol
- damar
lunak
(triterpenoid)
Gambar Damar :
- pati,
- glikosida
pikroretosid,
- zat
pahit pikroretin,
- harsa
dan
- berberin
Tiga senyawa diidentifikasi
sebagai N-Cis-Feruloyltyramine,
N-Trans-Feruloyltyramine dan secoisolariciresinol, menunjukkan antioksidan, dan sifat radikal terhadap β- carotene dan radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (
DPPH), yang terisolasi dari CH2CL2 dari ekstrak/sari
batang T. crispa ( yang dikumpulkan dari Indonesia oleh Cavin et al).
Dua triterpenes diidentifikasi dari batang Tinospora crispa ( yang dikumpulkan di
Supanburi, Thailand), yakni cycloeucalenol dan cycloeucalenone [oleh Kongkathip et al].
Batang Tinospora crispa berisi: flavone
O-Glycosides (apigenin), picroretoside, berberine, palmatine, picroretine, dan damar.
Fig.1
Apigenin (a flavonoid)
Manfaat Tumbuhan Brotowali
Brotowali (Tinospora crispa(L.)MIERS.)
merupakan tumbuhan obat dari famili menispermaceae yang serbaguna karena dapat
digunakan untuk obat berbagai penyakit seperti rematrik, kencing manis, sakit
kuning, dan beberapa penyakit lainnya.
Masyarakat
sudah biasa mnenggunakan tanaman ini untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Batangnya digunakan untuk pengobatan rematik, memar, demam, merangsang nafsu
makan, sakit kuning, cacingan, dan batuk. Air rebusan daun brotowali
dimanfaatkan untuk mencuci luka atau penyakit kulit seperti kudis dan gatal-
gatal; sedangkan air rebusan daun dan batang untuk penyakit kencing manis.
Seluruh bagian tanaman ini bisa digunakan untuk penyakit kolera
Di Indo-Cina semua bagian tumbuh-tumbuhan dari bratawali
dipakai sebagai obat demam yang dapat menggantikan kinine.
Di Filipina, bratawali dianggap sebagai obat
serba bisa yang dapat dipakai untuk mengobati penyakit gila.
Di Bali batangnya dipakai sebagai obat sakit perut, demam dan sakit kuning, bahkan sebagai obat gosok
untuk mengobati sakit punggung
dan pinggang. Sedangkan, di Jawa,
air rebusannya dapat digunakan untuk mengobati demam,obat luar untuk luka, dan gatal-gatal.
Pada beberapa penyelidikan, ternyata air rebusan batang bratawali dapat memberi
ketenangan pada tikus, dengan demikian pemakaiannya bermanfaat dalam menangani
penyakit kesadaran (psychosis).
Orang – orang kuno di desa – desa biasa memelihara
tanaman brotowali. Tanaman yang merambat dan rasanya sangat pahit ini banyak manfaatnya terutama
untuk mengobati beberapa penyakit. Dikenal juga sebagai tanaman obat, sehingga
hampir semua industri jamu memiliki kebun brotowali.
Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium tanaman ini mengandung pati, alkaloid yang terdiri
dari N-asetil-nornuciferin, N-formil-annonain, dan N-formilnornuceferin.
Disamping itu ditemukan pula suatu glikosida furanoditerpen yang berasa pahit.
Pada akar tanaman juga terdapat alkaloid berberin.
Sebagai
obat tradisional air rebusan batang atau ranting brotowali manjur untuk
mengobati penyakit malaria, demam, penyakit kulit, serta membersihkn ginjal dan
menyembuhkan luka. Batang brotowali penuh ditutupi dengan kutil dan mengandung
banyak air. Rebusan batang brotowali juga merangsang kerja pernapasan dan
menggiatkan pertukaran zat sehingga dapat menurunkan panas.
Kandungan
berberin untuk membunuh bakteri pada luka. Kandungan bahan yang lain
dimanfaatkan untuk menambah nafsu makan maupun menurunkan kadar gula darah.
Batang brotowali juga digunakan untuk pengobatan penyakit kuning, kencing manis
dan nyeri perut. Pada pemakaian sebagai obat luar, rendaman batang brotowali
bisa digunakan untuk membersihakan luka atau kudis.
Karena
rasanya yang pahit, mungkin darah pemakai brotowali juga berasa pahit.
”Terbukti nyamuk pun tak mau menggigit”, kata Albertus Soetjipto yang biasa
mengkonsumsi brotowali. Ia mengaku dirumahnya kampung Manggarai, Jakarta, ia
menanam brotowali hingga tumbuh subur bahkan menjalar kemana – mana sampai keatas
genting.
Menanam brotowali
sangatlah mudah. Hanya dengan memotong batangnya lalu ditancapkan ditanah
(stek), bisa hidup. Potongan batang yang akan ditanamtidak perlu panjang, cukup
satu jengkal saja bisa hidup, namun tanaman ini lebih suka ditanah yang gembur
dan ada perlindungan.(www.suaramerdeka.com).
Kulit-batangnya
mengandung zat-zat seperti alkaloid dan damar lunak berwarna kuning sedang akarnya mengandung zat berberin dan kolumbin. Kandungan alkaloid
berberina berguna untuk membunuh bakteri pada luka. Zat pahit pikroretin dapat merangsang
kerja urat saraf
sehingga alat pernapasan bekerja dengan baik dan menggiatkan pertukaran zat
sehingga dapat menurunkan panas. Selain sebagai obat, bratawali juga berfungsi
sebagai penambah nafsu makan dan menurunkan kadar gula dalam
darah. Sebagai obat,
bratawali biasa direbus dan diminum ataupun dioleskan pada kulit untuk luka
luar. Penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan menggunakan bratawali ialah rheumatic
arthritis, rheumatik sendi, demam, demam kuning, kencing
manis, malaria,
diabetes,
serta penyakit luar seperti memar, kudis, dan luka.
Contoh Pemanfaatan Tumbuhan Brotowali :
§
Bagian
Yang Dipakai : Batang.
§
Kegunaan
:
1. Rheumatic arthritis, rheumatik sendi pinggul (sciatica), memar.
2. Demam, merangsang nafsu makan, demam kuning.
3. Kencing manis.
§
Pemakaian
: 10 - 15 gr , rebus , minum.
§
Pemakaian
Luar : Air rebusan batang brotowali dipakai untuk cuci koreng, kudis,
luka-luka.
§
CARA
PEMAKAIAN :
1. Rheumatik :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong seperlunya, direbus
dengan 3 gelas air sampai menjadi 1 1/2 gelas. Setelah dingin disaring,
ditambah madu secukupnya, minum. Sehari 3 x 1/2 gelas.
2. Demam kuning (icteric) :
1 jari batang brotowali dicuci dan potong-potong, direbus dengan 3 gelas
air sampai menjadi 1 1/2 gelas. Diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2 x 3/4
gelas.
3. Demam :
2 jari batang brotowali direbus dengan 2 gelas air, sampai menjadi 1
gelas. Setelah dingin, diminum dengan madu secukupnya. Sehari 2x 1/2 gelas.
4. Kencing manis :
1/3 genggam daun sambiloto, 1/3 genggam daun kumis kucing, 3/4 jari ± 6
cm batang brotowali dicuci dan dipotong-potong, direbus dengan 3 gelas air
sampai menjadi 2 gelas. Diminum setelah makan, sehari 2 X 1 gelas.
5. Kudis (scabies) :
3 jari batang brotowali, belerang sebesar kemiri, dicuci dan ditumbuk
halus, diremas dengan minyak kelapa seperlunya. Dipakai untuk melumas kulit
yang terserang kudis. Sehari 2 x.
6. Luka :
Daun brotowali ditumbuk halus, letakkan pada luka, diganti 2 x perhari.
Untuk mencuci luka, dipakai air rebusan batang brotowali.
2.2. METABOLISME TUMBUHAN BROTOWALI
A. Fotosintesis
Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan
dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi
kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar
oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi
melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof.
Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis
karbon bebas dari [CO2] diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul
penyimpan energi.
Fotosintesis
memerlukan cahaya (fotos = cahaya; sintesis = penyusunan atau membuat bahan
kimia). Fotosintesis adalah peristiwa pembentukan karbohidrat dari
karbondioksida dan air dengan bantuan energi cahaya matahari. Secara sederhana,
reaksi fotosintesis yang melibatkan berbagai enzim dapat dituliskan sebagai
berikut:
Proses Fotosintesis ini terjadi di dalam kloroplas tumbuhan brotowali. Kloroplas merupakan
organel plastida yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil). Sel yang
mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun tanaman yang disebut palisade
atau jaringan tiang dan sel-sel jaringan bunga karang yang disebut spons.
B. Metabolit Primer Dan Sekunder
Seperti
halnya manusia, tumbuhan juga mengalami proses metabolisme untuk tetap hidup. Metabolisme adalah keseluruhan
reaksi yang terjadi di dalam sel, meliputi proses penguraian dan sintesis molekul kimia. Metabolit
merupakan hasil yang diperoleh dari proses metabolisme.
Metabolit yang dihasilkan oleh metabolisme yang terjadi pada tanaman dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder. Metabolit primer merupakan hasil
metabolisme yang secara langsung terlibat dalam proses pertumbuhan. Metabolit primer diproduksi sebagai
hasil fotosintesis dan terlibat dalam sintesis komponen sel. Contoh metabolit primer adalah golongan karbohidrat, protein, dan lemak. Kebanyakan
kandungan kimia tumbuhan dibentuk dari turunan
metabolit primer asam amino. Pada umumnya, metabolit primer diperoleh dari tanaman tingkat tinggi untuk
kepentingan komersial misalnya digunakan
sebagai bahan mentah industri (Ramawat, 2009).
Berbeda dengan metabolit
primer, metabolit sekunder sering dianggap sebagai
“produk buangan”, atau “produk akhir” dari metabolit primer karena fungsinya yang tidak terlibat dalam proses
pertumbuhan dan belum banyak diketahui. Belakangan ini diketahui bahwa ternyata
metabolit sekunder terlibat dalam mekanisme adaptasi dan petahanan diri
tumbuhan tersebut. Contoh metabolit sekunder adalah golongan alkaloid, terpen,
dan golongan fenolik. Metabolit sekunder inilah yang banyak dikandung
oleh tanaman obat dan menjadi sumber utama dalam penemuan obat (Daniel, 2006).
Begitu halnya dengan Brotowali, brotowali melalui metabolit primer dan sekunder.
Jalur biosintesis metabolit primer
dan metabolit sekunder dapat dilihat pada Gambar 2.1.
1.
Metabolit
Primer
- Pati
Pati adalah polimer dari glukosa. Tumbuhan yang
kelebihan glukosa merubahnya menjadi pati sebagai simpanan. Pati tidak dapat
larut dalam air oleh sebab itu dapat dimanfaatkan sebagai depot penyimpanan
glukosa.
Salah satu kandungan dari tumbuhan brotowali adalah
pati, pati merupakan bagian dari karbohidrat. Karbohidrat merupakan cadangan
makanan (selulosa/pati sbg sumber energi
pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), pembangun struktur (dinding sel pada
tumbuhan, bakteri, jamur) dan antidesiccant. Metabolisme pati, melalui jalur primer dimana glukosa
6-fosfat yang dihasilkan selama fotosintesis adalah prekursor dari tiga jenis
karbohidrat tumbuhan yaitu sukrosa, pati, dan selulosa.
- Glikosida
Glikosida dihasilkan melalui jalur metabolit primer,
dimana pada gambar dibawah ini dapat terlihat jelas jalur – jalurnya.
2.
Metabolit
sekunder
Kandungan terbanyak tumbuhan brotowali ini adalah
terpenoid dan suatu alkaloid. Dari struktur atau gambar jalur metabolisme
sekunder diatas dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan senyawa terpenoid dan
alkaloid ini haruslah melalui jalur mevalonat.
Jalur asam mevalonat
Metabolit
tumbuhan brotowali ini melalui jalur mevalonat, dimana kandungan utama dari
tumbuhan brotowali adalah beberapa
senyawa terpen dan alkaloid. Dari jalur biosintesis diatas dapat kita lihat
bahwa alkaloid dan beberapa senyawa terpen dibentuk melalui jalur
mevalonat. Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang
besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang
bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena
diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic
acid : MVA). Sedangkan alkaloid, banyak
alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya (misalnya solanina,
alkaloid-steroid kentang, Solanum Tuberosum) sebaiknya ditinjau dari
segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi.
- Damar (triterpenoid)
Dammar atau Triterpenoid
merupakan salah satu kandungan dari brotowali, struktur dari dammar adalah
sebagai berikut :
biosintesis
dari dammar/triterpenoid yaitu melalui jalu mevalonat :
Jalur mevalonat Triterpenoid (damar)
Dua triterpenes diidentifikasi dari batang Tinospora crispa ( yang dikumpulkan di
Supanburi, Thailand), yakni cycloeucalenol dan cycloeucalenone [oleh Kongkathip et al]. Dan batang Tinospora crispa berisi: flavone
O-Glycosides (apigenin), picroretoside, berberine, palmatine, picroretine, dan damar.
Tiga senyawa diidentifikasi
sebagai N-Cis-Feruloyltyramine,
N-Trans-Feruloyltyramine dan secoisolariciresinol, menunjukkan antioksidan, dan sifat radikal terhadap β- carotene dan
radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl ( DPPH), yang terisolasi dari CH2CL2
dari ekstrak/sari batang T. crispa ( yang dikumpulkan dari Indonesia oleh Cavin
et al).
- Alkaloid
Alkaloida adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen
(biasanya dalam bentuk siklik) dan bersifat basa. Senyawa ini tersebar luas
dalam dunia tumbuh- tumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek
fisiologi yang kuat. Beberapa dari efek tersebut telah dikenal dan dimanfaatkan
oleh manusia primitif jauh sebelum ilmu kimia organik berkembang.
Gbr : Alkaloid
feniltiamin gbr
: alkaloid isokuinolin
Alkaloida sesungguhnya adalah racun,
senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali
bersifat basa, lazim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis, diturunkan
dari asam amino, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam organik.
Biosintesis alkaloida
Prekusor alkaloid yang paling umum
adalah asam amino, meskipun sebenarnya, biosintesis alkaloid lebih rumit.
Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari
senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama. Conium maculatum,
sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina, yaitu racun kulit Strychnos.
Amina tumbuhan (misalnya meskalina) dan basa purina dan pirimidina (misalnya
kafeina) kadang- kadang digolongkan sebagai alkaloid dalam arti umum,
(Manito,1992).
Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa
diantaranya (misalnya solanina, alkaloid-steroid kentang, Solanum Tuberosum)
sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoid termodifikasi. Yang
lainnya terutama berupa senyawa aromatik (misalnya kolkhisina,
alkaloid-tropolon umbi ‘crocus musim gugur’) yang mengandung gugus basa sebagai
gugus rantai samping. Banyak sekali alkaloid yang khas pada suatu suku tumbuhan
atau beberapa tumbuhan sekerabat. Jadi, nama alkaloid sering kali diturunkan
dari sumber tumbuhan penghasilnya, misalnya alkaloid Atropa atau
alkaloid tropana dan sebagainya. (Harborne,1987)
2.3 Pengolahan Tumbuhan Brotowali
Brotowali diindonesia umumnya dimodifikasi menjadi jamu tradisional, dimana
jamu yang dibuat tersebut merupakan campuran dari bahan baku lain. Bahan –
bahan baku lainnya ini biasanya adalah Kapulogo, Jahe, Kencur, Kunyit, Laos,
Temulawak, Sambiloto, Puyang, Kedawaung, Daun Sirih, Tapai Liman, Kayu manis,
Kayu Pule, Adas, Kayu Secan, Pulosari, Ginseng, Delima, Kayu rapat, Jati
Belanda, Lada Hitam, Cabe Jawa, Pinang.
Bahan baku pembuatan jamu tradisional
disebut sebagai simplisia. Simplisia yang digunakan adalah dalam bentuk kering
sehingga tidak diperlukan proses pencucian dan pengeringan lagi. Dengan
demikian, tidak diperlukan bak penampungan air. Proses pengeringan pun
dilakukan oleh pemasok bahan baku. Simplisia yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuat jamu tradisional sangat banyak dan beragam. Komposisinya sangat
ditentukan oleh jenis jamu tradisional yang akan dihasilkan. Dari pengusaha
jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo, dapat dilihat jenis bahan baku seperti yang ada diatas.
Proses
Produksi
Proses produksi yang dilakukan
pada industri jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo masih menggunakan
teknologi yang relatif sederhana/tradisional karena produk jamu yang dihasilkan
adalah berupa serbuk jamu. Secara umum proses produksi yang dilakukan meliputi
tahapan sebagai berikut :
a. Bahan
baku datang dari pemasok dalam bentuk kering
b.Pengambilan
sampel bahan baku, jika kualitasnya cocok maka dibeli
c. Sortasi bahan baku
c. Sortasi bahan baku
Sortasi bahan baku dilakukan
untuk memisahkan bahan baku yang baik dengan yang tidak baik yang terlihat
secara fisik, misalnya daun yang sudah layu. Sortasi juga dilakukan untuk
memisahkan benda asing yang mungkin terdapat dalam bahan baku tersebut,
misalnya kotoran atau tanah.
d.
Pengukuran kadar air
Menurut
aturan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan, setiap industri jamu harus
memiliki alat laboratorium, minimal alat untuk mengukur kadar air bahan baku
jamu. Sebaiknya simplisia kering yang akan digunakan untuk pembuatan jamu
memiliki kadar air maksimal 11 %. Jika ternyata kadar air simplisia tersebut di
atas 11 % maka dilakukan proses pengeringan/penjemuran. Tetapi proses
pengukuran kadar air ini belum dilakukan oleh pengusaha jamu tradisional di
Kabupaten Sukoharjo.
e. Penimbangan bahan baku sesuai kebutuhan
menggunakan timbangan duduk
f. Penggilingan simplisia menjadi serbuk
Simplisia yang telah ditimbang
digiling dengan menggunakan mesin penggiling yang digerakkan oleh mesin
penggerak. Pisau pada mesin penggiling harus selalu diganti setiap 3 bulan
untuk menjamin hasil gilingan selalu dalam ukuran yang seharusnya.
Foto 4.3.
Alat Penggilingan
g.
Penyaringan/pengayakan dengan saringan 120 mesh.
Proses penyaringan dilakukan
untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran yang halus dan seragam. Dari
proses penyaringan ini, pada umumnya serbuk yang tidak lolos adalah
sekitar 15 - 20 %.
Foto 4.4. Alat penyaringan
Foto 4.5. Serbuk Hasil
Penyaringan
h. Peramuan/pencampuran sesuai kombinasi yang diinginkan
Serbuk jamu yang telah disaring
kemudian diramu dengan jumlah dan komposisi yang disesuaikan dengan jenis
jamu yang akan dihasilkan. Proses peramuan/ pencampuran ini dilakukan secara
manual.
i.
Pengukuran kadar air serbuk jamu
Sebelum dikemas, sebaiknya
dilakukan pengukuran kadar air serbuk jamu untuk menjamin tingkat kekeringan
serbuk tersebut. Kualitas serbuk yang baik adalah yang memiliki kadar air tidak
lebih dari 5 %. Tetapi proses pengukuran kadar air ini juga belum
dilakukan oleh pengusaha jamu tradisional di Kabupaten Sukoharjo.
j. Pengemasan dalam bentuk sachet dan pak
j. Pengemasan dalam bentuk sachet dan pak
Serbuk jamu dimasukkan dengan
ukuran rata-rata 7 - 8 gram ke dalam kemasan sachet kemudian dipres dengan alat
pengepres dan dilakukan secara manual. Setiap 10 sachet dipak dalam kemasan
plastik. Beberapa pak jamu dikemas lagi dalam plastik bening dengan ukuran
besar. Beberapa jenis serbuk jamu tidak dikemas dalam bentuk sachet, tetapi
dikemas secara kiloan dengan kemasan plastik yang lebih besar.
Foto 4.7.
Alat Pengepres
2.4.
Ektraksi Brotowali
Pembuatan Tablet
Brotowali
yang pada dasarnya merupakan tanaman obat, secara khusus pada zaman
berteknologi tinggi ini Brotowali sudah dimanfaatkan untuk dibuat menjadi
tablet. Brotowali (Tinospora crispa (L) Miers) dapat
digunakan sebagai antipiretik atau antidemam,
tetapi kurang disukai masyarakat karena memiliki rasa yang sangat pahit.
Nafisah (2004) dalam penelitiannya tentang formulasi tablet
ekstrak brotowali menggunakan polivinil pirolidon
sebagai bahan pengikat, dapat menghasilkan tablet dengan sifat fisik yang baik,
tetapi penampilan tablet kurang menarik, warnanya tidak
seragam, dan rasanya sangat pahit. Namun pada zaman sekarang ini sudah banyak
pengembangan – pengembangan yang dilakukan supaya sediaan lebih menarik dan disukai konsumen, maka
dikembangkan bentuk sediaan tablet salut film (film
coating). Kelebihan salut film dibanding dengan salut gula ialah lebih
tahan terhadap kerusakan akibat goresan, bahan yang dibutuhkan
lebih sedikit dan waktu pembuatannya lebih sedikit (Ansel, 1989).
Dalam
penyalutan lapis film pada tablet biasanya mengandung jenis-jenis bahan seperti polimer (pembentukan selaput), plasticizer, surfaktan,
pewarna, pemanis/perasa/pengharum, pengkilap,
dan pelarut. Bahan polimer yang digunakan adalah hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Polimer ini merupakan suatu bahan pilihan
untuk sistem suspensi udara dan sistem panci
penyalut dengan penyemprotan. Beberapa alasan menggunakan polimer HPMC yaitu
(1) kelarutan polimer yang khas dalam cairan
lambung-usus serta dalam sistem pelarut organik dan pelarut air, (2) tidak berpengaruh dalam kekerasan
tablet dan pemakaian obat, (3) fleksibilitas, mengurangi resistensi, tidak memiliki rasa atau bau, (4) stabil terhadap
panas, cahaya, udara, dan dapat disesuaikan dengan tingkat kelembaban, (5)
mempunyai kemampuan untuk mencampurkan zat warna atau zat aditif lainnya
kedalam lapisan tipis tanpa kesukaran (Lachman,
dkk., 1994).
Ekstraksi (Penyarian) Simplisia
Simplisia
adalah bahan alamiah yang digunakan sebagi obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali pengeringan. Ada tiga
macam simplisia yaitu simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia mineral (Anonim, 1995). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan
eksudat tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi yang
spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya dengan
cara tertentu dan belum berupa zat kimia murni (Anonim,
1995).
Metode Pembuatan Ekstrak
Metode
pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi, perkolasi dan sokhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan
beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentahobat dan daya penyesuaian dengan
tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
1). Maserasi
Maserasi merupakan proses
paling tepat untuk simplisia yang sudah halus dan memunginkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel sehingga
zatnya dapat
larut. Serbuk atau simplisia dituangi pelarut dan
ditutup rapat. Isinya dikocok berulang-ulang
kemudian disaring. Proses ini dilakukan pada suhu
15-20 oC selama 3 hari (Ansel, 1989).
Keuntungan cara maserasi
adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah
pengerjaannya lama dan zat yang di dapatkan tidak
spesifik (Anonim, 1986).
2). Perkolasi
Perkolasi adalah cara
penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi, kekuatan yang berperan dalam perkolasi antara lain:
gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi,
daya kapiler dan daya geseran (friksi).
Cara perkolasi lebih baik dari pada maserasi
karena:
a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan
yang konsentrasinya lebih
rendah sehingga meningkatkan derajat konsentrasi.
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia
membentuk saluran tempat mengalir cairang
penyari. Karena kecilnya
saluran kapiler tersebut maka kecepatan pelarut cukup untuk
mengurangi lapisan batas,
sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Anonim,
1986).
3). Sokhletasi
Sokhletasi merupakan
metode dengan prinsip perendaman bahan yang diekstraksi melalui pengaliran ulang cairan perkolat secara
kontinu. Sehingga bahan yang diekstraksi tetap terendam dalam cairan. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam
jumlah yang kecil juga simplisia yang digunakan selalu baru. Artinya
suplai bahan pelarut bebas bahan aktif dan
berlangsung secara terus menerus.
Keuntungan cara ini
adalah cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh ekstrak yang lebih pekat, serbuk simplisia dapat disari dengan cairan
penyari yang diteruskan tanpa perlu menambah volume penyari. Kerugian cara ini
adalah larutan dipanaskan terus menerus sehingga zat aktif yang
tidak tahan pemanasan kurang cocok menggunakan
metode ini (Hargono, 1986).
Ektraksi Batang Brotowali
Ekstrak
Batang Tumbuhan Brotowali (Tinospora
crispa(miers))
Serbuk batang brotowali ditimbang sebanyak 1000 g
dimaserasi dengan pelarut etanol 2 L, pekerjaan dilakukan 4 kali, lalu
dipisahkan ampas dengan ekstrak. Ekstrak hasil sokletasi ini kemudian
dipekatkan pada rotary evaporator pada suhu 65 0C sehingga diperoleh ekstrak
pekat. Ekstrak pekat ini kemudian dipartisi dengan etil asetat : air yang
kemudian diambil fraksi air, fraksi air kemudian diasamkan dengan HCL 2 N
sampai pH 2, kemudian diaduk selama 3 jam dengan pengaduk magnet, lalu
disaring. Larutan hasil pemisahan ini kemudian dibasakan dengan NH4OH
pekat sampai pH 10, kemudian diekstraksi dengan kloroform : air (1:1) sebanyak
4 kali. Diambil lapisan bawah yang berupa ekstrak kloroform lalu dicuci dengan
aguadest sampai netral, kemudian dikeringkan dengan 15 g MgSO4 anhidrat,
diamkan 1 malam lalu disaring, kemudian diambil larutannya dan dipekatkan
dengan rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak kasar.
2.5.
Isolasi
Isolasi Senyawa alkaloida pada brotowali dengan
Kromatografi Kolom
Karena kandungan
dari tumbuhan brotowali ini sebagian besar adalah alkaloid maka tumbuhan
brotowali ini telah dimanfaatkan untuk mengekstrak, sehingga dihasilkan senyawa alkaloid.
Terhadap 18 g ekstrak kasar dilakukan isolasi
senyawa alkaloida dengan kromatografi kolom. Fasa diamnya adalah silika gel 60
G (E.Merck Art. 7734) dan fasa geraknya adalah kloroform : etanol (4 : 1 v/v).
Prosedur :
Peralatan untuk kolom kromatografi
dirangkai, terlebih dahulu dibuburkan silika gel 60 G ( E.Merck. Art. 7734 )
sebanyak 55 g dengan menggunakan kloroform 100 %, diaduk sampai homogen dan
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi lalu dielusi dengan
kloroform 100 % hingga bubur silika gel padat dan
homogen. Dimasukkan 18 g ekstrak kasar batang tumbuhan brotowali ke dalam kolom
kromatografi yang telah berisi bubur silika gel. Sampel dibiarkan turun dan
terserap dengan baik pada silika gel dipuncak kolom, lalu ditambahkan fase
gerak kloroform : etanol ( 4 : 1 v/v) secara perlahan –lahan dan diatur
sehingga liran fraksi yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan
fasa gerak dari atas. Hasil yang diperoleh ditampung dalam beberapa botol vial,
lalu diuapkan diudara terbuka sampai pelarutnya habis hingga terbentuk kristal
alkaloida.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Brotowali
(Tinospora crispa(L.)MIERS.) merupakan tumbuhan obat dari famili
menispermaceae yang serbaguna karena dapat digunakan untuk obat berbagai
penyakit seperti rematrik, kencing manis, sakit kuning, dan beberapa penyakit
lainnya
2. Kandungan kimia Tanaman
Brotowali :
- Alkaloid,
- Dua triterpenes (cycloeucalenol dan cycloeucalenone)
- N-Cis-Feruloyltyramine
- N-Trans-Feruloyltyramine
- secoisolariciresinol
- damar
lunak,
- pati,
- glikosida
pikroretosid,
- zat
pahit pikroretin,
- harsa,
- berberin
3.
Brotowali yang pada dasarnya
merupakan tanaman obat, secara khusus pada zaman berteknologi tinggi ini
Brotowali sudah dimanfaatkan untuk dibuat menjadi tablet. Brotowali (Tinospora crispa (L) Miers) dapat
digunakan sebagai antipiretik atau antidemam,
4.
Brotowali diindonesia umumnya dimodifikasi menjadi
jamu tradisional, dimana jamu yang dibuat tersebut merupakan campuran dari
bahan baku lain. Bahan – bahan baku lainnya ini biasanya adalah Kapulogo, Jahe,
Kencur, Kunyit, Laos, Temulawak, Sambiloto, Puyang, Kedawaung, Daun Sirih, Tapai
Liman, Kayu manis, Kayu Pule, Adas, Kayu Secan, Pulosari, Ginseng, Delima, Kayu
rapat, Jati Belanda, Lada Hitam, Cabe Jawa, Pinang.
5.
Contoh metabolit sekunder adalah golongan alkaloid,
terpen, dan golongan fenolik. Metabolit sekunder inilah yang banyak dikandung
oleh tanaman obat dan menjadi sumber utama dalam penemuan obat (Daniel, 2006).
6.
Metabolism tumbuhan Brotowali yaitu melalui
metabolit sekunder, yaitu melalui jalur mevalonat.
3.2. Saran
Dari penjelasan yang
telah dipaparkan dari makalah ini diharapkan agar kita dapat memahami dan
mengerti brotowali sebagai
tanaman obat. saya juga menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kesalahan. Olehkarena
itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2011. “Brotowali”. http://www.roasehat.com/Tanaman-Obat/Tanaman-Obat-A-B/Brotowali.html
, diakses 30 mei 2011.
Anonym. 2011. “Khasiat Brotowali”. http://lenterahati.web.id/khasiat-brotowali.html ,
diakses 30 mei 2011.